Wawasan Seekor Katak yang Berada Dalam Tempurung



Ada peribahasa lama yang mengatakan seperti katak di dalam tempurung.

Maknanya adalah bahwa wawasan seseorang yang nampak kurang luas, picik, naif, bodoh dikarenakan jangkauan pandangannnya sempit dan tidak luas.

Memang wawasan katak disini masih bisa dikatakan luas, tetapi luas wawasannya hanya bagaikan luas tempurung.

Dalam bacaan kita Paulus merasa bahwa ia pernah memiliki wawasan yang sempit terhadap Kristus karena ia memakai ukuran manusiawi untuk menilai Kristus.

Namun wawasannya mulai terbuka ketika ia mengenal Kristus secara sungguh-sungguh.

Wawasan seluas tempurung dari Paulus kemudian “pecah” ketika ia mulai menemukan makna dari kematian dan kebangkitan Kristus.

Hal ini membawa pertobatan bagi Paulus, dimana dari yang mengenal Kristus menurut ukuran manusia, sekarang berubah dengan mengenal Kristus menurut ukuran Allah atau ukuran rohani.

Dalam 2 Korintus 5:15 dan 16 Rasul Paulus menulis “15 Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka.

16 Sebab itu kami tidak lagi menilai seorang jugapun menurut ukuran manusia. Dan jika kami pernah menilai Kristus menurut ukuran manusia, sekarang kami tidak lagi menilai-Nya demikian.”

Mengenal Kristus secara mendalam bukan sekedar menjalani rutinitas ibadah.

Karena jika demikan ibadah hanya sekedar ritus harian, mingguan, bulanan atau tahunan.

Mengenal Kristus dan beribadah padanya berdampak pada mengubah wawasan dan cara pandang seseorang terhadap dirinya sendiri yang memiliki arti dan makna pada dunia tetapi juga mengubah wawasan dan cara pandang terhadap orang lain.

Oleh karena itu mengenal Kristus mengubah seseorang bukan hanya wawasannya tetapi juga perilakunya. Ketika Paulus mengenal Kristus hidupnya berubah. Hal yang sama berlaku apakah kita juga berubah setelah mengenal Kristus?

Ataukah wawasan kita masih seperti yang dulu dan tidak berubah walaupun telah mengenal Kristus? Mestinya kita sepakat seperti Paulus mengenal Kristus mengubah hidup kita juga.

Paulus mengatakan dalam 2 Korintus 5:17-18 “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang. 18 Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya dan yang telah mempercayakan pelayanan pendamaian itu kepada kami.”

Melalui Kristus manusia berdosa telah mendapatkan perdamaian dengan Allah. Karya penebusan Kristus ini membuat manusia yang telah didamaikan terpanggil untuk melanjutkan karya pendamaian itu bagi orang lain.

Penebusan Kristus membuka ruang bagi orang percaya untuk melihat kehidupannya dan karya baktinya dalam wawasan yang baru yang berpusat kepada Kristus.

Krsitus yang mendamaikan memiliki makna bagi Paulus bahwa Kristus mengubah kehidupan orang percaya. Manusia berdosa telah dibawa kembali ke persekutuan dengan Allah melalui Kristus. Kristus telah mati menggantikan kita ( 2Kor 5:14,21).

Kristus mendamaikan dengan cara menukarkan posisinya dengan posisi kita manusia, sehingga selayaknya kita manusia berdosa yang dihukum Allah, namun justru Kristus yang dihukum dengan mati di salib menggantikan kita. Pemulihan persekutuan manusia dengan Allah yang telah rusak pada saat kejatuhan manusia dalam dosa (lih. Kejadian 3) telah dibuat lengkap dalam Kristus.

Penebusan Kristus memungkinkan kita untuk melihat semua kehidupan dan sejarah kita dalam terang yang baru yang berpusat pada Kristus.

Sejarah manusia berubah menjadi sejarah keselamatan. Hidup dan ajaran-ajaran-Nya menjadi Kitab Suci yang terinspirasi.

Sikap Paulus untuk mengubah wawasannya untuk tidak menilai Kristus menurut ukuran manusia, berlaku pula ketika kita menilai orang lain dengan ukuran manusia pula.

Ketika kita salah menilai sesama kita itu karena wawasan kita yang terbatas dipakai untuk menilai orang lain tanpa batas atau berlebih-lebihan.

Kita seperti katak dalam tempurung namun memiliki imaginasi berlebihan terhadap orang lain.

Ini yang dialami oleh seorang eksekutif muda dalam sebuah kereta yang disekilingnya ada beberapa orang yang memandangnya dengan wawasan dan imaginasi mereka masing-masing.

Alkisah dalam suatu kereta ekonomi non-AC yg lumayan panas, Seorang eksekutif muda, dengan jas elegan berdiri di disana. Sesak2an dengan penumpang lain.

Sesaat kemudian, ia membuka tablet Androidnya. Lebih besar tentu dibanding smartphone umumnya. Ia memang sedang ada chat penting dengan para donatur. Chat tentang dana untuk membantu para korban kebanjiran.

Semua penumpang menoleh padanya atau meliriknya dan masing-masing mulai membantin dan berkata dalam hatinya. Apa batin mereka?

Seorang nenek-nenek membatin, 'Orang muda sekarang, kaya sedikit langsung pamer. Naik Ekonomi, pamer-pameran.'

Seorang emak-emak membatin, 'Mudah-mudahan suami saya ga senorak dia. Norak di kelas Ekonomi bukan hal terpuji.'

Seorang gadis ABG membatin, 'Keren sih keren, tapi ga banget deh sama gayanya. Kenapa ga naik AC kalau mau pamer begituan?'

Seorang pengusaha membatin, 'Sepertinya dia baru kenal 'kaya'. Atau dapat warisan. andai dia merasakan jerih pahit kehidupan; barang tentu tidak akan pamer barang itu di kelas Ekonomi. Kenapa ga naik AC sih?'

Seorang pemuka agama melirik, 'Andai dia belajar ilmu agama, tentu tidak sesombong itu, pamer!'

Seorang pelajar SMA membatin, 'Gue tau lo kaya. Tapi plis deh, lo ga perlu pamer gitu kalle' ke gua. Gua tuh ga butuh style elo. Kalo lo emang pengen diakuin, lo bisa out dari sini, terus naik kereta AC.. ill feel gue.'

Seorang tunawisma membatin, 'Orang ini terlalu sombong, ingin pamer di depan rakyat kecil.'

Si eksekutif menyimpan kembali tabletnya di tas. Ia membatin, Puji Tuhan, akhirnya para donatur bersedia membantu. Puji Tuhan, ini kabar baik sekali. Lalu, ia sempatkan melihat kantong bajunya. Ada secarik tiket kereta ekonomi.

Ia membatin 'Tadi sempat tukar karcis dengan seorang nenek tua yang mau naik kereta sesak ini. Tidak tega saya. Biarlah dia yang naik kereta AC itu. Mudah-mudahan manfaat.:

Banyak orang baik kita jadikan sasaran dan korban penilaian kita yang didasarkan wawasan yang sempit seperi katak dibawah tempurung.

Bayangkanlah bahwa sebuah kebaikan atau tindakan kasih, bisa berubah total menjadi kejahatan hanya karena wawasa dan persepsi kita yang buruk pada orang lain.

Paulus mengingatkan kita bahwa ia pernah salah menilai Kristus karena mamakai persepsi dan wawasan menurut ukuran manusia dan bukan ukuran Tuhan.

Seperti Wawasan seekor katak yang berada dalam tempurung demikianlah orang yang cepat menilai rendah orang lain menurut cara pandang kita yang sempit.

Karena itu jangan cepat menilai buruk orang lain, milikilah wawasan yang luas.(*)



Artikel ini telah tayang di pos-kupang.com dengan judul Renungan Harian Kristen Rabu 4 Desember 2019 ''Wawasan Seekor Katak yang Berada Dalam Tempurung'', https://kupang.tribunnews.com/2019/12/06/renungan-harian-kristen-rabu-4-desember-2019-wawasan-seekor-katak-yang-berada-dalam-tempurung?page=4.

Editor: maria anitoda

Posting Komentar

0 Komentar