Homo Homini Socius (Pdt. Dr. Mesakh A. P Dethan, MTh., MA)




Ada yang mulai bergeser dalam peradaban kita manusia. Susah sekali sekarang ini menemukan orang benar-benar mau menjadi sahabat dan saudara yang tulus bagi sesamanya. Kehidupan sosial yang dilandasi kasih persaudaran dan kegotong royongan mulai terkikis dengan sifat-sifat indivdualistik yang mementingkan diri sendiri yang ujung-ujungnya dapat diukur dengan uang. 

Fakta ini membuat semboyan dalam bahasa latin Homo Homini Socius yang berarti manusia adalah teman bagi sesama manusianya semakin kalah populer dengan Homo homini lupus yang berarti "Manusia adalah serigala bagi sesama manusianya". Herulono Murtopo dalam tulisannya di kompasiana (https://www.kompasiana.com/ heroelonz/552fce866ea834d33f8b462d/homo-homini-lupus-sebuah-fakta-di-sekitar-kita) mengungkapkan fakta-fakta di sekitar kita yang bisa ditemukan di banyak tempat. 

Menurut Murtopo, manusia itu serigala bagi yang lainnya. Kita melihat ada penebar ranjau paku. Tukang tambal ban kemudian membuat tarif berdasarkan waktunya. kalau siang hari ya Rp. 10.000,00 kalau malam hari sampai Rp. 80.000,00. Itu terjadi saat Jakarta sedang kering. Artinya, sedang tidak ada genangan air atau yang disebut dengan banjir. Berbeda lagi dengan saat air hujan menggenang, para 'malaikat' datang kepada pengendara-pengendara yang mogok. 

Malaikat itu adalah pembawa gerobak yang membawakan kendaraan mereka. Sayangnya malaikat itu berbayar. Tarifnya beragam, mulai 20 ribu sampai 90 ribu rupiah. Maka kalau ditanyakan, apakah ini motivasinya kemanusiaan? Manusia menjadi sangat mekanis. relasi mereka hanya relasi yang saling menguntungkan. 

Dan celakanya kalau orang mencari keuntungan atas penderitaan orang lain. Manusia sekarang ini kehilangan relasi cinta. yang ada hanyalah relasi fungsional. orang lain adalah komoditas, aset yang bisa dimanfaatkan. Kalau tidak bermanfaat, tidak dianggap lagi. Kadang, kalau dihitung-hitung dia merugikan, dia bisa disingkirkan. 

Saya pernah punya pengalaman lucu yang menyedihkan ketika membeli daging babi pada penjual papalele di sebuah lapak. Dari kejauhan nampak bahwa mereka sedang menjual daging babi segar. Karena pada pagi hari saya lewat babinya masih sedang diikat dan disiapkan untuk dipotong. Ketika kembali dari mengantar anak saya ke sekolahnya saya mampir untuk membelinya, karena saya lihat babinya sudah dipotong. Di atas meja jualan daging babi yang ditawarkan nampak segar karena berasal dari babi yang baru saja dipotong itu. Maka saya membeli tiga KG dan bermaksud membaginya dengan teman-teman saya. Namun betapa kagetnya ketika saya sampai di rumah dan bermaksud membagi daging itu dengan teman-teman, ternyata daging babi itu berbeda dengan yang ada di atas meja tadi. 

Para penjual telah memberikan daging tidak sesuai dengan pesanan saya di atas meja tadi tetapi mereka mengambil dari tempat lainnnya dan daging itu nampak daging dari hari kemarin yang mungkin tidak laku terjual. Dan celakanya lagi daging itu berbau kencing hewan babi, yang mungkin waktu pemotongannya salah prosedurnya. Apa jadinya daging itu terpaksa dibuang ke tempat sampah. Tiap kali kalau melewati lapak jual daging babi itu hati saya teriris sakit, bukan karena uang seharga tiga KG daging babi, tetapi merasa ditipu dengan cara yang begitu kotor dan tanpa rasa malu oleh para penjualnya. 

Mereka menipu dan mempertontonkan daging babi yang nampak segar di atas meja, tetapi ketika menimbang dan menyerahkan ke tangan pembeli “daging busuk” yang disembunyikan di bawah meja. Bayangkan saya melihat mereka sebagai saudara dan mempercayai mereka dan dengan polos membeli dagangan mereka. Tapi mereka para penjual itu hanya melihat saya sebagai objek semata untuk di tipu dan sumber keuntungan mereka. 

Mungkin saya tidak sendiri yang menjadi korban dari perilaku semacam itu. Seringkali kita memandang orang lain sebagai dalam pengertian nilai Homo Homini Socius (manusia adalah teman bagi sesamanya, tetapi yang kita dapat dari orang lain adalah dalam makna terbalik Homo homini lupus (i "Manusia adalah serigala bagi sesamanya"). 

Dalam bacaan alkitab hari ini Nabi Amos (Amos 8:4-8) mengkritisi kehidupan umat Allah yang sudah lari jauh dari kehendak-Nya. Dan Tuhan Allah tidak membiarkan hal itu berlangsung terus, tetapi akan menghentikannya dan akan mendatangkan hukuman atas kejahatan dan dosa-dosa mereka. 

Dalam kesatuan dengan teks Amos 8:1-14 Nabi Amos mendapatkan penglihatan keempat yang diungkapkan dengan metaphora bakul dengan buah-buahan masak. Menurut J.A. Motyer (lihat J.A. Motyer , Amos, dalam New Bible Commentary, Third Edition, Guthrie, dkk, Inter Varsity Press, Leicester-England, 1970, hlm., 738-739) perikop Amos 8:1-14 di bagi dalam dua bagian, Amos 8:1-3 merupakan penglihatan dan penjelasannya; dan 8:4-14 berisi tentang kejahatan-kejahatan yang dilakukan umat Israel dan ancaman penghukuman Allah atas mereka. 

Metaphora bakul berisi buah-buah musim kemarau menunjuk kepada apa yang orang panen atau tuai dari yang ditanamnya. Bahwa Israel menanam benih-benih kejahatan maka hasil panen hukuman yang akan diterimanya. 

Jadi hasil panen itu menunjuk kepada konteks yang diuraikan dalam Amos pasal 7-9. Tuhan akan mendatangkan malapetaka di antara mereka dan tidak satupun yang dibiarkan luput (Amos 9:9, 10; bandingkan Matius 13:24-30; Wahyu 14:14-16). Apa saja bentuk kejahatan yang dilakukan Israel sehingga mereka patut dihukum? Pertama karena mereka tidak berpihak kepada orang miskin tetapi malah menginjak-injaknya (Amos 8: 4, 6) dan kedua mereka curang dalam perdagangan (Amos 8:5), kejahatan mereka ini akan terus diingat Tuhan (Amos 8:7) . 4 Dengarlah ini, kamu yang menginjak-injak orang miskin, dan yang membinasakan orang sengsara di negeri ini 5 dan berpikir: "Bilakah bulan baru berlalu, supaya kita boleh menjual gandum dan bilakah hari Sabat berlalu, supaya kita boleh menawarkan terigu dengan mengecilkan efa, membesarkan syikal, berbuat curang dengan neraca palsu, 6 supaya kita membeli orang lemah karena uang dan orang yang miskin karena sepasang kasut; dan menjual terigu rosokan?" 7 TUHAN telah bersumpah demi kebanggaan Yakub: "Bahwasanya Aku tidak akan melupakan untuk seterusnya segala perbuatan mereka! (Amos 8:4-7). Dan semua kejahatan mereka itu akan terbalas pada hari Tuhan (bdk. Am. 5:18-22). 

Karena perbuatan dosa mereka, Tuhan Allah menyatakan penghakiman. Semua mereka akan menderita dan tidak satu pun dapat menghindarinya. Ini penegasan bahwa Tuhan tidak akan melupakan perbuatan dosa mereka. Mengapa karena ibadah Israel hanyalah sekedar topeng dan ceremonial belaka. Para pejabat baik pemerintahan maupun agama telah menjadi setali tiga uang, dimana mereka telah bersekongkol dan berkomplot dengan orang-orang kaya dan para pengusaha dan pedagang untuk menipu dan menindas rakyatnya sendiri. “6 Beginilah firman TUHAN: "Karena tiga perbuatan jahat Israel, bahkan empat, Aku tidak akan menarik kembali keputusan-Ku: Oleh karena mereka menjual orang benar karena uang dan orang miskin karena sepasang kasut; 7 mereka menginjak-injak kepala orang lemah ke dalam debu dan membelokkan jalan orang sengsara; anak dan ayah pergi menjamah seorang perempuan muda, sehingga melanggar kekudusan nama-Ku; 8 mereka merebahkan diri di samping setiap mezbah di atas pakaian gadaian orang, dan minum anggur orang-orang yang kena denda di rumah Allah mereka.” (Amos 2:6-8)). 

Bukan hanya itu mereka bersekongkol dengan “bangsa asing” untuk menyengsarakan rakyatnya sendiri. 1 “"Dengarlah firman ini, hai lembu-lembu Basan, yang ada di gunung Samaria, yang memeras orang lemah, yang menginjak orang miskin, yang mengatakan kepada tuan-tuanmu: bawalah ke mari, supaya kita minum-minum! Amos 4:1). Bahkan para pejabat pemerintah dan para penegak hukum yang seharusnya menegakkan keadilan justru melakukan kejahatan. “7 Hai kamu yang mengubah keadilan menjadi ipuh dan yang mengempaskan kebenaran ke tanah! 11 Sebab itu, karena kamu menginjak-injak orang yang lemah dan mengambil pajak gandum dari padanya, sekalipun kamu telah mendirikan rumah-rumah dari batu pahat, kamu tidak akan mendiaminya; sekalipun kamu telah membuat kebun anggur yang indah, kamu tidak akan minum anggurnya. 12 Sebab Aku tahu, bahwa perbuatanmu yang jahat banyak dan dosamu berjumlah besar, hai kamu yang menjadikan orang benar terjepit, yang menerima uang suap dan yang mengesampingkan orang miskin di pintu gerbang” (Amos 5:7, 11, 12). Bahkan nilai agama pun dapat diabaikan hanya demi keuntungan ekonomi dan kentungan diri sendiri dari hasil pemerasan dan tipu-tipu rakyatnya. Agama seakan dipandang hanyalah untuk membuang-buang waktu. Kegiatan Hari Sabat dan perayaan-perayaan agama lainnya dianggap tidaklah bermanfaat, karena itu mereka merasa kehilangan kesempatan untuk meraih harta sebanyak- banyaknya. “5 dan berpikir: "Bilakah bulan baru berlalu, supaya kita boleh menjual gandum dan bilakah hari Sabat berlalu, supaya kita boleh menawarkan terigu dengan mengecilkan efa, membesarkan syikal, berbuat curang dengan neraca palsu, 6 supaya kita membeli orang lemah karena uang dan orang yang miskin karena sepasang kasut; dan menjual terigu rosokan?" Semua kejahatan ini tidak akan dibiarkan untuk berlangsung terus . Tuhan akan bertindak dan memberikan penghakiman dan penghukuman-Nya pada hari Tuhan (Amos 5:18-22). Jalan satu-satunya agar malapetaka itu tidak terjadi mereka haruslah bertobat. Ungapkan-ungapan seperti gempa (bumi yang gemetar), sungai Nil, Mesir dalam Amos 8:7-8) mengingatkan Israel bahwa para penindas selalu akan dihukum Allah. 

Nabi Amos mengingatkan bahwa ketika Israel ditindas oleh Mesir, Allah bertindak dan menghukum Mesir dengan tulah-tulah yang merusak dan mematikan orang-orang Mesir. Maka sekarang ketika Orang Israel menjadi penindas bangsanya sendiri akan berhadapan dengan Allah yang sama. Ketika Tuhan Allah melawan dan menghukum bangsa Mesir dengan rupa-rupa tulah demi membela Israel yang tertindas, maka sekarang Allah yang sama akan menghukum Israel yang juga telah menjadi penindas bagi rakyatnya sendiri. “7 TUHAN telah bersumpah demi kebanggaan Yakub: "Bahwasanya Aku tidak akan melupakan untuk seterusnya segala perbuatan mereka! 8 Tidakkah akan gemetar bumi karena hal itu, sehingga setiap penduduknya berkabung? Tidakkah itu seluruhnya akan naik seperti sungai Nil, diombang-ambingkan dan surut seperti sungai Mesir?" Hal-hal apakah saja yang bisa tarik maknanya dari renungan ini? Mungkin banyak yang bisa ditarik untuk direnungan. Namun yang pasti adalah bahwa Allah selalu tidak akan pernah berkompromi dengan para penindas, penipu dan para pelaku kejahatan. Israel yang semula menjadi bangsa kuli dan ditindas Mesir oleh kekuasan dan kemahakuasaan Allah mereka dibebaskan dan membuat mereka menjadi bangsa yang mandiri. 

Namun sayangnya para pemimpin Israel lupa diri dan bermetamorfosa menjadi para penindas. Di saat itulah mereka akan berhadapan dengan Allah yang sama: Allah Pembebas dan Hakim Adil. Ancaman hukuman dan penghukuman kepada para pemimpin Israel dapat menjadi peringatan bagi kita, bahwa Allah tidak pernah berkompromi dengan kejahatan. Allah yang semula begitu peduli pada Israel karena teriakan minta tolong mereka sewaktu ditindas di Mesir, tetapi Allah justru menjadi lawan mereka sendiri ketika mereka berbalik menjadi penindas sesamanya sendiri. Jadi ketika kita menjadi serigala bagi sesama kita (homo homini lupus) kita menjadi musuh Allah. Tetapi ketika menjadi sahabat bagi sesama (Homo Homini Socius) maka kita menjadi sahabat Allah (*) * 

Oleh: Pdt. Dr. Mesakh A P Dethan, MTh., MA. 


Artikel ini telah tayang di pos-kupang.com dengan judul Renungan Harian Kristen Protestan Minggu 22 September 2019, 'Homo Homini Socius', https://kupang.tribunnews.com/2019/09/22/renungan-harian-kristen-protestan-minggu-22-september-2019-homo-homini-socius?page=4. 
Editor: Eflin Rote

Posting Komentar

0 Komentar